Jalan Panjang Hadi Jadi Guru Besar di Unair: Sempat Tak Direstui Kini Berdarah Biru Kuning

Jalan Panjang Hadi Jadi Guru Besar di Unair: Sempat Tak Direstui Kini Berdarah Biru Kuning

Jalan Panjang Hadi Jadi Guru Besar di Unair: Sempat Tak Direstui Kini Berdarah Biru Kuning

Jakarta: M Hadi Subhan baru saja dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair). Dosen kelahiran Tegal, 6 April 1973 itu memiliki jiwa progresif, pandangan luas, visioner dan sangat peduli terhadap kualitas pendidikan.
 
Hadi menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Kemudian, melanjutkan S2 di Universitas Airlangga dan S3 Bidang Hukum Kepailitan di Universitas Airlangga.
 
“Kalaupun saya donor darah, mungkin darah saya tidak berwarna merah, tetapi biru kuning karena sangat Unair-nya,” kelakar Hadi yang juga Direktur Kemahasiswaan Unair itu.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Hadi menyampaikan orasi mengenai karakteristik hukum kepailitan Indonesia dan perkembangannya sebagai Instrumen Hukum Recovery Pembayaran Utang. Dia juga  mengingatkan hakikat tanggung jawab guru besar yakni sahihnya keilmuan dan kebermanfaatan ilmu bagi sivitas akademika maupun masyarakat umum.
 
Hadi paham kunci seorang pendidik yang baik adalah menjadi seorang yang terus menerus menimba ilmu dan membagi kepada orang lain. Namun, dia tak menyangka perjalanannya sebagai mahasiswa fakultas hukum sempat tidak mendapat restu orang tua.
 
Pasalnya, setelah menamatkan studi di pondok pesantren, Hadi ikut Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selanjutnya, melihat pengumuman kelulusan di koran dan alhasil lolos masuk Fakultas Hukum Unair.
 
Namun, ayahnya sempat meminta dia tak masuk FH. Sebab, ayahnya berpendapat tanggung jawab hakim berat. Hadi nekat dan tetap berangkat ke Surabaya untuk daftar ulang dengan meminjam uang omnya.
 
“Tapi, karena saya yakin orang tua itu representasi dari sang khalik, rida Tuhan tentu berbanding lurus sama rida orang tua. Akhirnya saya pulang minta rida dan untungnya dibela emak (Ibu) saya. Dengan kalimat pembelaan seperti ini, ‘Biarlah Subhan kuliah di Unair siapa tahu nanti jadi dosen Unair’,” kenang dosen yang juga pernah menguji S3 di Universitas Leiden Belanda itu.
 
“Alhamdulillah sekarang saya jadi dosen di Unair, dan berkesempatan menjadi guru besar,” kata Hadi.
 
Dia menyebut momen itu didedikasikan untuk almarhum ayahnya. “Beliau yang mendidik saya cinta keilmuan, tidak kalah pula saya hadiahkan untuk emak saya sebagai sosok yang senantiasa mendoakan saya,” kata Hadi.
 
Dia juga menyebut beberapa tokoh yang turut mendoakan dan mendukung penuh kariernya. Terutama, istrinya yang telah membersamai dalam suka duka termasuk sejak sebelum menjadi dosen.  
 
“Ketika saya masih dalam pengembaraan, ada seseorang yang memungut saya dari belantara kehidupan, yaitu senior saya Aryo Wijanarko, yang mungkin tanpa beliau jalan kehidupan saya lain dari saat ini,” kata Hadi.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

error: Content is protected !!
Exit mobile version