Produksi Mobil Listrik Bakal Tembus Satu Juta Unit di 2035

Produksi Mobil Listrik Bakal  Tembus Satu Juta Unit di 2035

harianfakta.com – JAKARTA – Memasuki usia satu abad keberadaan industri otomotif di Indonesia, evolusi kendaraan terus berjalan dan mengarah ke kendaraan elektrifikasi dengan target produksi 1 juta mobil listrik (electric vehicle/EV) pada 2035. Potensi sumber daya nikel yang melimpah di Tanah Air sebagai bahan baku baterai EV semakin memperkuat posisi Indonesia untuk mewujudkan kemandirian ekosistem kendaraan listrik dan menjadi salah satu pemain kunci di rantai pasok EV global. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan kolaborasi seluruh stakeholder dalam upaya percepatan industri dan ekosistem baterai, sehingga popularisasi elektrifikasi di Indonesia terus meningkat.

Hal itu terungkap dalam seminar nasional bertajuk ‘100 Tahun Industri Otomotif Indonesia, Mewujudkan Indonesia Net-Zero Emission (NZE)’ yang berlangsung di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, pada Selasa (07/03/2023). Pada seri ke-5 seminar nasional ini hadir para pembicara dari pihak pemerintah, akademisi dan industri, yaitu Akademisi Khoirunurrofik (LPEM-UI), Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sripeni Inten Cahyani, Direktur Inovasi & Hilirisasi UNS Agus Purwanto, SVP Corporate Strategy & Business Development PT Indonesia Battery Corporation (IBC) Adhietya Saputra, dan Direktur Deloitte Consulting Southeast Asia Kim Sujun.

“Awal 1970-an kita impor mobil untuk mendorong ekonomi, lalu kita substitusi impor dengan produksi lokal pada tahun 1980-an di tahap kedua. Lalu di tahap ketiga kita mulai lokalisasi komponennya pada 1990-an, dan tahap keempat kita mulai ekspor mobil serta menjadi basis produksi ekspor. Baru tahap berikutnya kita ekspor kendaraan berteknologi tinggi baik itu berupa mobil elektrifikasi. Dan kita harus bisa mempertahankan posisi yang kuat ini,” kata Direktur Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam di Solo, Selasa (07/03/2023).

Bob mengungkapkan, sektor otomotif merupakan salah satu industri yang memiliki pondasi kuat dan pionir industrialisasi di Indonesia. Dan Indonesia memiliki tantangan besar untuk menjadi yang terdepan dalam elektrifikasi otomotif di kawasan Asean, bersaing dengan negara industri otomotif besar lainnya seperti Thailand dan Vietnam.

Dengan memiliki potensi cadangan nikel terbesar di dunia, menurut Bob, Indonesia berpotensi menjadi produsen utama produk-produk barang jadi berbasis nikel, seperti baterai kendaraan elektrifikasi. Artinya, Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mengembangkan industri baterai yang menjadi salah satu ekosistem utama dari industri elektrifikasi.

“Toyota sendiri berkomitmen untuk mendukung penciptaan pasar baterai ini melalui pendekatan multipathway strategy di mana Toyota memperkenalkan dan menyediakan beragam teknologi kendaraan elektrifikasi yang menggunakan baterai bagi konsumen di Indonesia, dari Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), Battery Electric Vehicle (BEV), hingga Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV),” kata Bob.

Percepatan Populasi EV

Akademisi LPEM-UI Khoirunurrofik mengatakan, produksi mobil listrik di Indonesia ditargetkan mencapai 400 ribu unit pada 2025 dan meningkat menjadi 600 ribu unit pada 2030, serta menembus angka 1 juta unit pada 2035. Dengan jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) ditargetkan sebanyak 6.318 unit serta 17 ribu unit Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di 2025, meningkat pada 2030 menjadi 31.859 unit SPKLU dan 67.000 unit SPBKLU.

“Jumlah mobil listrik di Indonesia hingga 2022 sebanyak 2.654 unit dengan SPKLU yang tersedia hingga akhir Agustus 2022 mencapai 346 unit,” ujar dia.

Khoirunurrofik mengatakan, pemerintah memegang peran kunci dalam upaya percepatan populasi kendaraan listrik di Indonesia, di antaranya dengan pemberian insentif fiskal baik berupa pembebasan pajak maupun subsidi. Selain itu, dibutuhkan insentif nonfiskal lainnya seperti pembangunan infrastruktur pendukung yang menjadi bagian pembangunan ekosistem EV.

“Dari survei yang kami lakukan, bagi pasar terbesar yaitu setipe harga mobil Avanza, konsumen memberikan toleran 20% untuk shifting (beralih) dari mobil konvensional ke EV. Selain itu, diperlukan kebijakan yang bisa mengurangi biaya produksi baterai EV karena itu menjadi salah satu kunci kalau ingin mereduksi harga jual mobil listrik,” tutur dia.

Pangkas Harga

Direktur Inovasi & Hilirisasi UNS Agus Purwanto mengatakan, salah satu opsi untuk mengurangi biaya produksi baterai bisa dilakukan dengan menurunkan harga katoda, karena komponen tersebut menyumbang hingga 51% terhadap total harga baterai EV. “Dari kapasitas spesifik, kita bisa mencari material yang memiliki daya simpan tinggi, meski demikian perlu diperhatikan juga aspek keamanannya,” ujar dia.

Terkait ketersediaan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung ekosistem baterai EV, Agus meyakini, Indonesia sudah memiliki banyak talenta yang mengerti teknologi tersebut. “Sudah banyak universitas yang terlibat dalam riset kendaraan listrik, tinggal butuh kerja sama dengan pemerintah dan industri otomotif untuk memanfaatkan SDM yang ada di sana. Jadi kendaraan listrik saat ini tinggal menunggu waktu untuk bergulir dan semakin meninggalkan kendaraan konvensional,” ungkap dia.

SVP Corporate Strategy & Business Development PT Indonesia Battery Corporation (IBC) Adhietya Saputra mengatakan, permintaan baterai EV di dalam negeri diperkirakan mencapai 20 giga watt hour (GWh) di 2030, dan naik lagi menjadi 59 GWh pada 2035. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, IBC bersama mitra strategi akan mulai memproduksi pada 2024 dengan kapasitas 10 GWh. Produksi tersebut memenuhi kebutuhan baterai listrik untuk sekitar 100 ribuan mobil listrik dan sekitar empat juta motor listrik.

“Kami melihat ini suatu peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia. Ada dua ekosistem, yakni ekosistem baterai dan ekosistem EV yang harus saling mendukung. Industri kendaraan listrik harus dibentuk sejak awal tanpa menunggu industri baterai EV siap dulu. Sehingga saat produksi baterai dilakukan, sudah ada pasar yang bisa menyerap,” tutur dia.

error: Content is protected !!
Exit mobile version