The Fed dan Inflasi RI Bikin IHSG Turun 2 Pekan Beruntun

The Fed dan Inflasi RI Bikin IHSG Turun 2 Pekan Beruntun

The Fed dan Inflasi RI Bikin IHSG Turun 2 Pekan Beruntun

harianfakta.comJakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan dua pekan beruntun. Dalam lima hari perdagangan di pekan ini, IHSG menguat sebanyak dua kali, tetapi Jumat kemarin jeblok hingga membuatnya mencatat kinerja negatif.

Melansir data Refinitiv, IHSG sepanjang pekan ini melemah 0,63% le 6.813,636. Data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 864 miliar di pasar reguler.

Pasar saat ini masih menunggu kepastian apakah bank sentral AS (The Fed) akan kembali agresif menaikkan suku bunganya atau tidak.

Memasuki Februari The Fed diprediksi akan kembali agresif menaikkan suku bunga setelah data menunjukkan pasar tenaga kerja Amerika Serikat masih sangat kuat.

Departemen Tenaga Kerja AS pada awal bulan lalu melaporkan sepanjang Januari perekonomian Paman Sam mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 260.000 orang.

Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dari sebelumnya 3,5%. Persentase penduduk yang tidak bekerja tersebut berada di posisi terendah sejak Mei 1969.

Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Dengan rata-rata upah yang tinggi, maka inflasi akan bandel alias sulit turun. Terbukti, inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) kembali naik 5,4% (yoy) pada Januari dari sebelumnya 5,3%.

Inflasi inti PCE juga naik menjadi 4,7% dari Desember 4,6%. Inflasi PCE menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, termasuk juga pasar tenaga kerja.

Alhasil, pasar kini melihat suku bunga The Fed bisa mencapai 5,5% – 5,75% pada Juli nanti, naik 100 basis poin dari level saat ini dan lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bank sentral AS tersebut 5% 5,25%.

Sementara itu dari dalam negeri, inflasi di Indonesia kembali menunjukkan kenaikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret lalu melaporkan inflasi pada Februari tumbuh 5,47% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,28%.

Sementara itu inflasi inti kembali menurun menjadi 3,09% (yoy), berdasarkan laporan BPS. Angka itu menjadi yang terendah sejak September tahun lalu.

“Tekanan inti masih dianggap moderat,” kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Rabu (1/3/2023).

BPS mengungkapkan penurunan inflasi inti ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan. Adapun, komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen inti adalah sewa rumah dan upah asisten rumah tangga.

Namun, dia meningkatkan terkait dengan kewaspadaan jelang kenaikan harga di bulan Ramadan.

Inflasi inti yang menurun sebenarnya bisa menunjukkan daya beli masyarakat yang kurang bagus. Di sisi lain, inflasi headline justru naik, hal ini tentunya berisiko semakin menggerus daya beli masyarakat.

error: Content is protected !!
Exit mobile version