Segala Hal tentang Penularan Bronkiektasis yang Perlu Anda Tahu

Segala Hal tentang Penularan Bronkiektasis yang Perlu Anda Tahu

harianfakta.com – Pasien bronkiektasis mungkin merasa khawatir akan menularkan penyakit pernapasan yang dialaminya pada orang lain. Bronkiektasis bukanlah gangguan paru-paru yang umum sehingga banyak orang yang mempertanyakan apakah penyakit ini bisa menular atau tidak.

Dokter dan para ahli terus mengembangkan penelitian terkait penularan bronkiektasis. Meskipun bronkiektasis bisa disebabkan oleh infeksi, studi terbaru menunjukkan risiko penularan penyakit ini dari satu orang ke orang lain relatif rendah.

Apakah bronkiektasis menular?

Bronkiektasis adalah penyakit paru-paru kronis yang terjadi ketika saluran udara di paru-paru alias bronkiolus melebar atau rusak.

Penyebab bronkiektasis dapat berkaitan dengan kondisi autoimun atau penyakit genetik yang menyebabkan penumpukan lendir pada paru-paru seperti cystic fibrosis. Selain itu, bronkiektasis juga bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri jangka panjang.

Maka bisa atau tidaknya penyakit ini menular di antara manusia tergantung dari penyebabnya. Bronkiektasis yang disebabkan oleh infeksi dapat ditularkan melalui aerosol, yaitu partikel halus yang bisa mengambang di udara. Namun, bronkiektasis yang muncul sebagai kondisi bawaan lahir tidak bisa ditularkan.

Patogen atau kuman penyakit yang menjadi penyebab utama bronkiektasis adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini juga merupakan penyebab infeksi paru-paru pada penyakit PPOK atau cystic fibrosis (penumpukan lendir di paru).

Namun, dalam penelitian tahun 2019 yang dipublikasikan jurnal Respiratory, pasien bronkiektasis diketahui kemungkinan besar tidak dapat menularkan bakteri P. aeruginosa pada orang lain di sekitarnya. Mengapa bisa begitu?

Rendahnya risiko penularan bronkiektasis di antara manusia

Studi tersebut melakukan pengukuran penyebaran bakteri P. aeruginosa yang menginfeksi 16 pasien bronkiektasis dan pasien 4 PPOK. Sebagian pasien bronkiektasis yang ikut serta juga mengalami kondisi cystic fibrosis.

Peneliti mengamati sampel aerosol yang mengandung P.aeruginosa yang dikeluarkan saat pasien bronkiektasis, PPOK, dan cystic fibrosis dengan infeksi P. aeruginosa batuk. Beberapa hal yang menjadi tolak ukur penyebaran infeksi dalam penelitian ini adalah jumlah bakteri yang dikeluarkan saat batuk, seberapa jauh bakteri bisa ditransmisikan melalui udara, dan berapa lama bakteri bertahan di udara.

Sebelumnya, penyebaran bakteri P. aeruginosa melalui udara yang selanjutnya terhirup diketahui sebagai cara penularan infeksi.

Namun, pada penelitian ini diketahui bahwa hanya 35% pasien bronkiektasis dan PPOK dengan infeksi P. aeruginosa (7 dari 20 orang) mengeluarkan aerosol yang mengandung bakteri ke udara selama batuk. Dibandingkan dengan pasien PPOK dan cystic fibrosis, pasien bronkiektasis mengeluarkan aerosol dengan kandungan bakteri yang lebih sedikit.

Bahkan penelitian ini pun menemukan bahwa bakteri yang terdapat pada aerosol pasien bronkiektasis bertahan paling sebentar di udara, yakni hanya 15 menit. Sementara itu, bakteri pada aerosol pasien cystic fibrosis yang terinfeksi P. aeruginosa mampu bertahan di udara sampai 45 menit.

Namun, jarak transmisi bakteri di udara pada pasien bronkiektasis, PPOK, dan cystic fibrosis memberikan hasil yang sama. Bakteri P. aeruginosa yang terdapat pada aerosol yang dikeluarkan saat batuk bisa terbawa melalui udara sampai sejauh 4 meter.

Bagaimana dengan strain atau varian bakteri?

Pengukuran pada penelitian ini akan memberikan hasil yang lebih akurat apabila peneliti membandingkan strain atau varian bakteri P. aeruginosa yang sama. Pasalnya, varian bakteri yang berbeda bisa memiliki kemampuan infeksi yang berbeda atau bahkan memiliki risiko penularan yang lebih tinggi.

Pada penelitian tersebut, peneliti juga melakukan sekuensi DNA untuk mengetahui apakah mereka membandingkan infeksi bakteri dengan varian yang sama. Di sisi lain, sekuensi DNA dapat memberikan informasi apakah pasien terinfeksi varian bakteri yang berasal dari pasien lainnya.

Sekuensi DNA dilakukan ini dengan mengamati kemiripan dan perbedaan setiap bakteri yang terdapat pada aerosol pasien bronkiektasis, PPOK, dan cystic fibrosis.

Dari hasil sekuensi DNA diketahui bahwa setiap pasien membawa varian bakteri P. aeruginosa yang sama. Peneliti juga menemukan adanyanya varian bakteri yang umumnya terdapat di lingkungan.

Maka dari itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber infeksi berasal dari lingkungan bukan penularan dari orang lain.

Dari sejumlah temuan ini, peneliti menyimpulkan bahwa bronkiektasis yang disebabkan infeksi bakteri P. aeruginosa memiliki risiko penularan yang rendah di antara manusia. Dengan kata lain, pasien bronkiektasis mungkin tidak dapat menularkan penyakitnya dengan mudah pada orang lain di sekitarnya.

Ikuti informasi terbaru dan cerita para pejuang COVID-19 di sekitar kita. Ayo gabung komunitas sekarang!

10

Topik

226

Postingan

4.7k

Anggota

error: Content is protected !!
Exit mobile version